meet me on Facebook

Sabtu, 25 April 2015

Cafe Coffee Bean

Cafe Coffee Bean, demikian sekilas terlintas dalam benakku. Impian 2 tahun yang lalu, yang hingga kini belum juga mampu aku mewujudkannya menjadi nyata. Sebuah kedai kopi kecil, sederhana bernuansa vintage. Di sudut jalan, di keramaian kota kecil ini.
Tidak terlalu tinggi sih impianku sebelumnya. Mengelola kedai kopi milik sendiri. Menyediakan sedikit tempat yang nyaman untuk anak2 muda nongkrong dan berbagi (seperti yang biasa kulakukan dulu). Dengan berbagai macam suguhan kopi yang enak racikan tanganku sendiri.
Mungkin senang dan bangga akan terasa menjadi satu bila impian itu nyata terwujud. Setiap hari teman2 lama dan baru akan datang berkunjung silih berganti. Berbagi cerita dan pengalaman masing2 meski hanya meramaikan suasana kedai kopi sederhanaku. Aku yakin meski kecil lama2 akan terus berkembang menyempurnakan metamorfosisnya seiring waktu. Sebuah kedai kopi sederhana yang kunamai Cafe Coffee Bean.
...
Berawal dari kegemaranku sejak duduk di bangku sekolah menengah atas dulu. Saat hang out bareng kawan sekolah sekedar kumpul di warung kopi trotoar jalan veteran. Dari obrolan ringan bertemakan kebersamaan, hingga terus berkembang menjadi ajang perbincangan serius sampai lulus SMA. Secara tak sadar aku terjangkit penyakit non-medis yang bernama coffee addict.
Waktu terus berlalu. Pada pengambilan program D3 aku lebih sering pulang larut malam. Setiap petang hingga tengah malam lebih sering kuhabiskan untuk menikmati kopi. Entah di warung kecil, cafe, pinggir jalan, teras rumah teman, depan tenda saat bermalam di hutan, hingga luar kota ketika touring klub motor tuaku. Sejuta inspirasi hadir dalam secangkir kopiku. Ratusan ide dan karya terwujud dari otakku yang telah teracuni kafein.
Hari terus berputar. Waktu dan keadaan memaksaku berhenti untuk nongkro di kedai kopi setiap malam. Pekerjaan dengan sistem shift yang menyita waktu luangku. Namun hal itu tidak menghapus kegemaranku akan secangkir kopi. Malah semakin menjadi-jadi rasanya. Sehari tanpa kopi, bagai mayat hidup rindu mati. Kurang dan lebihnya setahun aku melalui itu.
2010 usiaku menginjak angka 24. Saat itu aku sudah tidak menggeluti pekerjaan dengan sistem shift. Aku melanjutkan studyku. Mencoba meraih gelar S1 di salah satu universitas termama di kota kelahiranku. Teman baru, adaptasi lingkungan baru. Sekian waktu berjalan, hidup kembali kegemaran lamaku. NGOPI. Tidak banyak sih awalnya teman yang serasi dengan karakter hobi minum kopiku. Lama kelamaan bermunculan juga manusia2 penikmat kopi dan suka nongkrong seperti tampangku saat itu. Salah satunya teman wanita sekelasku yang pada akhirnya hatiku terpautkan pada pesonanya 2 tahun perjalanan melalui masa kuliahku. Asik, keren, semakin berwarna pokoknya hidupku pada masa itu. NGOPI.
...
Hari2 indah bermunculan dari setiap secangkir kopiku. Selalu ada cerita baru yang terselip dalam setiap cangkirnya. Manis dan pahitnya cerita setara seirama racikan minuman pokokju setelah air putih. Secangkir Kopi. Hingga pada suatu hari aku pernah memiliki keinginan membuka sebuah kedai kopi. Keinginan yang sempat kuutarakan kepadanya lewat sebuah sms kepadanya diwaktu senja di kala itu. Lantas kata mengaminkan terucap dalam balasan smsnya yang menancapkan harapan dan keyakinan dalam hatiku untuk mewujudkannya suatu saat.
Kini harapan untuk mewujudkan semua itu masih kusimpan rapi dalam ruang otakku. Menunggu Tuhan memberikan waktu yang tepat untuk memberikan sentuhan keajaiban-Nya kepadaku. Serta menyempurnakan kebahagiaanku akan kehadiranmu pujaan hatiku, untuk mau berjalan bersama denganku. Memiliki, mengelola, hingga menikmati sendiri suguhan dari sebuah kedai kopi sederhana impianku. Kedai kopi yang bernama Cafe Coffee Bean...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar