meet me on Facebook

Senin, 10 November 2014

SECANGKIR KOPI & KACAMATA HITAM

TERASATAS/PENK/10112014-13:40
"Mendung, aku tunggu jatuhnya berkah dari langit."



Hangatmu membuatku merasa nyaman.
Aromamu membujuk aku untuk selalu terbang tinggi melayang.
Warnamu elegan dan tak pernah pudar dalam dinding pembatas mungil nan transparan.
Secangkir kopi hitam.
Ratusan ribu detik kamu selalu ada dalam setiap hidupku.
Hadir dan mengalir di setiap inspirasi pembuluh nadiku.
Menuju gerbang kepastian yang tak henti aku usahakan.
Secangkir kopi hitam.
Sebaiknya tetap temani langkahku untuk temukan keajaiban.
Yang sudah terlalu lama dirundung kemarau panjang.
Karena pesonamu yang selalu aku butuhkan.

Dinding pembatas penawar kabur pandangku.
Meski gelap warnamu, aku tak bisa jauh darimu.
Engkau penghubungku yang menjelaskan tentang dunia luas.
Kacamata hitam.
Tanpamu aku hanyalah seorang pemimpi bermata dua.
Memandang cakrawala semu yang tak pernah jelas.
Bagai ayam yang lupa jalan pulang saat senja tiba.
Kacamata hitam.
Kamu selalu menumbuhkan keyakinan bersamaku.
Menatap dan menggapai tujuh langkah ke depan tanpa rasa ragu.
Menjadikan aku seorang pemimpi yang tak pernah lelah mengejar mimpi.

Keyakinanku...
Secangkir kopi hitam dan kacamata hitam ini akan membuat seorang bermata dua menembus batas dunia melebihi seorang pemimpi tanpa ada kata ragu dalam pembuluh nadinya.

Selasa, 29 Juli 2014

Definisi Kata Mantan

“Mantan Preman.
Mantan Narapidana.
Mantan Bupati.
Mantan Walikota.
Mantan Kekasih/Pacar.
Dan Mantan yang lain-lainnya.”


Mantan.  Adalah sebuah kata singkat yang sebenarnya sangat tidak saya sukai untuk saya dengar di telinga saya. Menurut kamus Bahasa Indonesia yang pernah saya baca, definisi kata mantan adalah bekas pemangku jabatan (kedudukan). Mungkin bagi setiap orang kata mantan mempunyai arti yang berbeda-beda. Ada yang mengartikan bekas, musuh, masa lalu, orang yang bikin galau, kenangan terindah, kenangan terburuk, dll. Ada juga yang mendefinisaikan  mantan adalah sebagai alat penguji ke konsistensian kita dalam memutuskan suatu prinsip (baik atau tidak). Dalam cerita cinta kasih ada pula yang mengartikan bahwa mantan adalah pacar yang tertunda. Terserahlah, setiap orang punya hak untuk mengartikan sekehendak hati masing-masing.

Dalam kisah asmara, sebagai manusia saya hanya bisa memulai tanpa alasan, berusaha menjalankan proses sebaik mungkin, dan membiarkannya mengalir sebagai pelajaran hidup untuk menjadi lebih baik. Lebih dari itu, Sang Penciptalah yang menentukan tujuan dan hasil akhirnya. Entah itu berlanjut, mengambang, mengalir pada tahapan yang lebih serius, menikah hingga tua dan tetap bersama hingga meninggal kelak, berhenti ditengah jalan, putus begitu saja, putus hingga pada akhirnya dipersatukan kembali selamanya, saya tidak pernah tahu. Karena kuasa Illahi adalah kuasa mutlak yang tidak pernah diketahui oleh makhluknya. Sebagai manusia selayaknya saya hanya bisa berusaha, menerka-nerka, dan menjalani prosesnya seperti air yang mengalir dengan kejujurannya.

Kembali pada kata mantan. “Dia adalah mantan saya.”, terlalu menusuk telinga bagi saya. Saya lebih senang mengganti kata mantan dengan rangkaian kata-kata/kalimat lain yang lebih dan enak didengar.
“Saya pernah berpacaran dengan dia.”, “Kami pernah berhubungan dulu.”, dll. Bagi saya kalimat tersebut lebih baik dan berharga, daripada disingkat dalam satu kata mantan. Karena sejujurnya saya mendefinisikan kata mantan adalah bekas.

Mantan Preman = Bekas Preman.
Mantan Bupati = Bekas Bupati.
Mantan Kekasih/Pacar = Bekas Kekasih/Pacar.

Semuanya kurang enak saya dengar jika kita sebagai manusia menyandang sebuah predikat dengan kata bekas. Layaknya barang bekas yang sudah tidak bisa dipakai lagi. Atau barang sisa yang sudah tidak berguna. Oleh karena itulah, saya memiliki alasan tersendiri mengapa saya sangat tidak suka bahkan terkadang tidak interest untuk mendengar kata mantan di telinga saya, agar kita sebagai manusia tetap berharga dimata sesamanya selayaknya seorang manusia.

***

KOPI KADALUARSA
someplace, 20072014/10:45

Senin, 21 Juli 2014

I need a cup of coffee


"I need a cup of coffee to make me comfort..."
Hard days, the ending of chapter #13

*****************************

I am angry, but still try to keep smiling.
I wanted to scream, but I kept my mouth shut.
And I choose to cry, so that the heart is still strong and patient.

*****************************

Sabtu, 28 Juni 2014

DAN KALIMAT ITU ADALAH


“Datanglah segera dalam gigil tubuhku malam ini wahai kekasihku,  peluk aku dalam nafsu asmara kita. Puaskan malam yang panjang ini untuk mengarungi birahi kerinduan kita selama ini, sayang.”, kata Kertas kepada Pena.

*******



Malam semakin larut.
Merambah dini hari yang semakin dingin menemani insomnia akutku.
Tak ada gaduh suara binatang malam dari luar.
Kesunyian ini hanya terpecah oleh suara jarum jam dinding yang meronta-ronta di kamarku.
Di meja kayu ukuran 60x50cm ladang inspirasi karya-karyaku, hanya terdapat benda-benda  yang setia menemani kesendirian dini hari ini.
Secangkir Kopi, Rokok, Pena, dan Kertas.

Dingin malam kian merambat membekukan otakku.
Hanya pelukan kafein dan nikotin yang sedikit mampu memberikan kehangatan pada gigil tubuhku.
Di depan benda-benda diatas meja kayu itu aku mulai terbang ke alam imajinasi dan terhanyut dalam indah lamunan.
Hingga aku tak sadar bahwa mereka ternyata sedang bercakap-cakap satu sama lain.

*******

Secangkir Kopi memulai dialognya pada Kertas, “Maafkan aku kawan, bukan keinginanku untuk menginjakmu dibawah tubuhku yang bulat.  Namun alam bawah sadar Tuan kita yang melakukannya.”
“Tidak apa-apa kawanku, aku sangat memahami keadaan Tuan kita saat ini.”, jawab Kertas.
“Baiklah jika engkau memahami keadan ini kawan… Disaat seperti ini, ada yang ingin kutanyakan kepadamu.”, sahut Secangkir Kopi kepada Kertas.
“Silahkan kawan.”, jawab Kertas singkat.
“Tidakkah kau rindu pada kekasihmu? Tidakkah engkau rindu akan belaiannya ketika ia menari-nari diatas tubuhmu? Tidakkah kau rindukan goresan nakalnya pada saat bersetubuh denganmu? Tidakkah kau mengharap kehadirannya malam ini untuk memuaskan birahimu? Aku yakin engkau pasti merasakan kerinduan itu.”
“Sejujurnya aku benar-benar merindukannya dalam diamku, kawan. Aku sangat merindukan belaian tulus kasihnya. Namun apa yang bisa aku perbuat?”, sahut Kertas kepada Secangkir Kopi.

Tak lama kemudian Secangkir Kopi berkata, “Baiklah kawanku, aku akan membantu mewujudkan keinginanmu. Aku akan meracuni otak Tuan kita agar engkau segera bertemu dengan Pena, sang kekasihmu itu. Bersabarlah menunggu” …..

Di saat yang sama ketika Secangkir Kopi berdialog dengan Kertas, di sisi lain Rokok juga sedang berbincang-bincang dengan Pena.

Kata Rokok kepada Pena, “Maaf sahabatku, bukan keinginanku untuk menindihmu dengan tubuhku yang kotak ini.  Tapi alam bawah sadar Tuan kita yang melakukannya.”
“Tidak mengapa sahabatku, aku memahami keadaan ini.”, jawab pena sembari tersenyum.
“Wahai sahabatku aku ingin bertanya kepadamu.”, tanya Rokok pada Pena.
“Silahkan wahai sahabat.”
“Lihatlah Kertas putih kekasihmu itu. Ia terlihat sendiri kesepian tanpamu. Tercermin pada wajahnya bahwa ia sangat merindukan untuk kamu senggamai. Tergambar dalam mulus tubuhnya  bahwa ia sangat mendamba keperkasaanmu saat kamu menari-nari menggoreskan tintamu. Tersirat keinginannya akan kehadiranmu malam ini untuk memuaskan birahi kalian berdua dalam indahnya asmara kerinduan. Apakah kamu juga merasakan hal yang sama seperti kekasihmu itu?”, Rokok melanjutkan.
“Sejujurnya aku juga merasakan demikian yang kamu maksud dalam pertanyaanmu, sahabatku. Dalam diamku, aku sangat rindu membelainya dengan ketulusan cinta kasihku padanya. Namun apa yang bisa aku perbuat?”, sahut Pena kepada Rokok.

Sesaat  kemudian Rokok berkata, “Baiklah sahabatku, aku akan membantu mewujudkan keinginanmu. Aku akan meracuni otak Tuan kita agar engkau segera bertemu dengan Kertas, sang kekasihmu. Bersabarlah menunggu” …..

*******

Dini hari kian menjamah pagi.
Sejenak aku tersadar kembali dari alam lamunanku.
Seolah malaikat menyuruhku kembali ketika aku bertemu dengannya di padang rumput alam imajinasi itu.
Setengah cangkir kopiku mulai dingin.
Kucoba hangatkan kembali tubuh ini dengan menyulut sebatang rokok untuk yang kesekian kalinya.
Kulanjutkan kenikmatan ini dengan menyiram lidahku melalui tetesan-tetesan air kopi.

Beberapa waktu kemudian aku mulai berkarya mengisi insomnia akutku.
Kusahut pena diatas meja kayu itu.
Mencoret-coret kertas yang berada tak jauh disebelahnya.
Aku mulai menulis rangkaian kata-kata.
Dan kalimat awal yang aku tulis itu adalah:

“Datanglah segera dalam gigil tubuhku malam ini wahai kekasihku,  peluk aku dalam nafsu asmara kita. Puaskan malam yang panjang ini untuk mengarungi birahi kerinduan kita selama ini, sayang.”, kata Kertas kepada Pena.

********************


PENK, CREATIVEROOM, 28062014/01:15